Sabtu, 19 November 2022

KESOMBONGAN, FAKTOR PENGHAMBAT TERBESAR KESUKSESAN



      Untuk  meraih  kesuksesan  tentunya  tidak  hanya  ditentukan  oleh kemampuan  otak (kecerdasan intelektual) dan kecerdasan emosional semata, namun juga dibutuhkan kecerdasan spiritual.  Salah satu dasar  kecerdasan spiritual yaitu sejauh mana seseorang mampu melibatkan Allah, subhanahu wa ta’ala, dalam setiap tahapan/proses kehidupannya. Lantas bagaimana caranya?.

 

     Saya telah berbagi materi pada postingan terdahulu berjudulRahasia Sukses Menjadi Seorang Juara”.  Disitu saya memberi sebuah cara yang cukup simpel namun powerful melalui lisan kita yaitu dengan mengucapkan/membaca basmalah (bismillah, atau lengkapnyabismillahirrahmanirrahim" yang artinya Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang) dalam setiap melaksanakan urusan/pekerjaan kita. Dan yang saya contohkan adalah membaca bismillah pada setiap kali menjawab soal ujian.


     Namun, ada satu hambatan besar dalam meraih kesuksesan yang bersumber dari hati, yang jarang sekali disadari oleh diri kita, yaitu kesombongan diri. Ya, memang benar, bahwa salah satu faktor penghambat terbesar seseorang dalam meraih kesuksesan adalah kesombongan, sekecil apapun itu bentuk kesombongannya

 

     Ibu saya, sering menasehati kami, anak-anaknya. Dimana nasehat ini beliau dapati langsung dari Guru Ngaji/Ustadnya. Beliau menceritakan bahwa Gurunya selalu berpesan kepada murid-muridnya bahwa: Jangan Sombong, Jangan sekali-kali sombong karena orang yang sombong itu Batal/Gagal.

     Dan memang Allah subhanahu wa ta'ala tidak menyukai orang yang sombong sebagaimana firmannya di dalam Q.S. An-Nahl [16] Ayat 23, yang artinya: "Tidak diragukan lagi bahwa Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang yang sombong."

 

     Di ayat lainnya, Allah melarang kita berjalan di muka bumi ini dengan sombong, di Q.S. Al-Isra' [17] Ayat 37 yang artinya: "Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung.“

    Maka dari itu sudah selayaknyalah kita menjaga hati ini untuk selalu tawadhu', rendah hati dan tidak sombong. Sebesar apapun kesuksesan yang kita raih, setinggi apapun prestasi yang kita dapat dan sebanyak apapun nikmat yang kita peroleh. Kuncinya: Tetap tawadhu', rendah hati dan tidak sombong serta selalu melibatkan Allah, subhanahu wa ta'ala dalam setiap tahapan/proses kehidupan kita

     Saya mau berbagi sedikit cerita tentang pengalaman pribadi saya. Pada tahun 2015 saya menerima beasiswa S2 dari Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencana, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas) / Beasiswa Bappenas. Saya ditempatkan di Program Studi Magister Ilmu Perencanaan Wilayah pada salah satu perguruan tinggi negeri di Bogor (IPB). 

     Pada semester-semester awal perkuliahan, kami (para mahasiswa) diajari berbagai ilmu  dan  metode  penelitian.  Hal  ini  bertujuan  agar  kami  memiliki beragam pengetahuan serta alternatif metode penelitian untuk digunakan di dalam penyusunan tesis kami nantinya

     Pada semester 1 terdapat kuliah dan praktikum mengenai ilmu ekonometrika (gabungan dari ilmu ekonomi, matematika dan statistika). Pada saat itu, salah satu dosen pengampunya, seorang Profesor muda, saat beliau mengajar di kelas kami, beliau menceritakan kebiasaan mahasiswa S2 yang sering menggunakan metode sederhana dalam penyusunan tesisnya. “Belum ada satupun mahasiswa S2 yang berani keluar dari mainstream dan mengambil metode ekonometrika dalam tesisnya”, ujar beliau.  

     Saya, yang duduk di barisan paling depan, setelah mendengar ucapan dosen tersebut, hati saya terasa terpanggil sekaligus tertantang. Dan pada saat itu juga saya bertekad dalam hati saya: insya allah, saya akan menggunakan metode ekonometrika ini pada tesis saya nantinya (Walaupun saat itu saya belum mengetahui rencana judul tesis saya). 

     Di  semester  berikutnya, semester 2  terdapat  mata  kuliah  metode  penelitianBerbagai metode diajarkan dalam mata kuliah ini, mulai dari metode yang sangat sederhana sampai dengan metode yang kompleks. Salah satu metode kompleks yang diajarkan kepada kami yaitu Metode Pemodelan Sistem Dinamik.

 

     Walaupun Metode Pemodelan Sistem Dinamik ini hanya diajarkan secara umum / sebatas materi dasar saja, namun saat itu, hati saya merasa klik dengan metode tersebut. Saya lalu bertekad pada saat itu: insya allah, saya akan menggunakan metode pemodelan sistem dinamik tersebut pada tesis saya nantinya (Walaupun saat itu saya masih belum mengetahui rencana judul tesis saya). 

     Singkat cerita, di semester berikutnya saya telah mendapatkan ide dan mengusulkan judul proposal tesis. Tentunya setelah melalui proses konsultasi dengan ke-2 dosen pembimbing saya. Judul tesis yang saya angkat, yaitu: “Model Pembangunan Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur Berbasis Sistem Wilayah Pengembangan (WP)”. Dan sesuai dengan tekad saya pada semester  sebelumnya yang akan menggunakan 2 metode dalam tesis saya (Metode ekonometrika dan Metode pemodelan sistem dinamik), alhamdulillah mulai menampakkan tanda-tandanya, mendekati kenyataan

     Saya akhirnya memasukkan kedua metode tersebut sebagai metode utama dalam mencapai tujuan kedua dan tujuan ketiga dari 3 tujuan yang ada dalam proposal tesis saya. Proposal saya tersebut kemudian diuji melalui seminar Proposal pada tanggal 25 Mei 2016. Saat itu seminar proposal saya dihadiri oleh 30 mahasiswa S2 disertai 1 orang dosen pembimbing dan 1 orang dosen penguji yang sekaligus bertindak sebagai moderator. 

 

     Setelah saya selesai mempresentasikan proposal saya, tiba waktunya untuk memasuki sesi tanya jawab. Moderator pun mempersilahkan peserta untuk mengajukan pertanyaan. Pada sesi ini ada beberapa mahasiswa yang mengajukan pertanyaan, namun ada 2 penanya awal yang pertanyaannya cukup unik, diluar dugaan dan di luar substansi materi presentasi saya. Penanya pertama adalah kakak tingkat saya dari jalur reguler dan penanya yang kedua adalah teman satu angkatan saya dari jalur beasiswa bappenas.

     Penanya pertama mulai mengajukan pertanyaannya: “Jika saya melihat metode penelitian yang Anda gunakan dalam penelitian ini tampaknya Anda sangat berambisi menggunakan berbagai metode, terutama metode pemodelan sistem dinamik. Saya membayangkan, nantinya Anda akan membuat beberapa pemodelan sistem di masing-masing Wilayah Pengembangan (WP) di Kabupaten Malang yang memiliki 6 WP. Untuk membuat 1 pemodelan sistem saja sudah sulit, apalagi Anda yang ingin membuat beberapa pemodelan sekaligus. Pertanyaan saya: Apakah Anda sanggup menyelesaikan tesis Anda tepat waktu dengan menggunakan metode tersebut, mengingat waktu yang diberikan kepada Anda, khususnya mahasiswa yang dari jalur beasiswa bappenas sangatlah terbatas?

     Adapun Penanya kedua bertanya: “Anda menggunakan metode Pemodelan Sistem Dinamik, dimana metode tersebut hanya diajarkan  di  kelas dalam satu kali pertemuan dengan durasi waktu yang relatif pendek, padahal metode ini sangat kompleks dan membutuhkan waktu untuk dapat memahaminya namun Anda tetap berambisi untuk menggunakan metode tersebut di dalam Tesis Anda. Bagaimana Anda menjelaskan hal tersebut?.” 

     Saya pun memberikan jawaban/klarifikasi terkait kedua pertanyaan tersebut. Untuk penanya pertama, saya menyampaikan bahwa jika saya ditanya apakah saya sanggup menyelesaikan tesis ini tepat waktu, maka saya katakan iya, insya allah saya sanggup. Memang metode pemodelan sistem dinamik tersebut masih baru bagi saya, Saya pun belum pernah mencobanya sebelumnya, saya juga belum tahu dimana letak kesulitannya. Namun saya percaya bahwa saya bisa, dan saya optimis bahwa saya dapat melakukannya, insya allah.

     Adapun untuk penanya kedua, saya menyampaikan bahwa: Memang metode pemodelan sistem dinamik ini hanya diajarkan di dalam kelas dalam satu kali pertemuan dengan durasi waktu yang relatif pendek. Namun, saya juga alhamdulillah berkesempatan mempelajari metode ini dengan mengikuti perkuliahan di kelas lain (istilahnya: kuliah sit in) yaitu di kelas mahasiswa S3 fakultas kehutanan. Di kelas tersebut, saya dan mahasiswa S3 diajarkan langsung oleh Profesor dan Doktor yang pakar dalam ilmu pemodelan sistem dinamik.

     Dari pertanyaan tersebut, tampak kedua penanya ini, menilai diri saya berambisi dalam penyusunan tesis dengan menggunakan metode-metode yang relatif sulit, kompleks dan membutuhkan waktu lama sedangkan pengetahuan, kemampuan dan waktu yang saya miliki terbatas

     Hal tersebut bisa saya maklumi, dan memang ini bukan kali pertama saya dianggap berambisi. Bahkan dosen pembimbing saya sendiri juga sebelumnya, tatkala saya melakukan asistensi proposal tesis telah memiliki penilaian serupa terhadap saya.  Kata yang dipakai dosen pembimbing  saya untuk menggambarkan keinginan saya dalam penyusunan tesis ini bukan ambisi tetapiambisius”.

     Jika ditinjau dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata ambisi adalah keinginan (hasrat, nafsu) yang besar untuk memperoleh sesuatu (seperti pangkat, kedudukan).  Sedangkan ambisius merupakan kata sifat dari ambisi, yang memiliki arti berkeinginan keras mencapai sesuatu (harapan, cita-cita); penuh ambisi

     Sebenarnya kata ambisi/ambisius ini bisa bermakna positif maupun negatif. Ambisi/ambisius yang bermakna positif manakala keinginan/cita-cita yang akan diraih itu diawali dengan niat yang baik untuk menghasilkan karya terbaik dan memberi manfaat bagi diri dan orang lain. Ambisi yang positif ini didasari oleh pengenalan diri/potensi diri, optimisme dan tekad yang kuat.

 

     Jika mengacu kepada makna diatas, maka memang benar saya memiliki ambisi yang bermakna positif. Keinginan/cita-cita saya dalam menyusun tesis ini memang diawali dengan niat yang baik untuk menghasilkan karya terbaik dan dapat memberi manfaat bagi diri dan orang lain. Dan tentunya ambisi yang positif ini didasari oleh pengenalan diri/potensi diri saya, rasa optimisme dan adanya tekad yang kuat.

     Namun bagi sebagian orang, kata ambisi ini sering dicap dengan konotasi negatif dan disandingkan dengan sombong, egois serta menghalalkan segala cara. Itulah ambisi yang bermakna negatif. Jika mengacu pada makna ini, maka saya sama sekali tidak berambisi atau saya tidak ambisius dalam menyusun tesis yang didasari oleh kesombongan, keegoisan dan menghalalkan segala cara.

 

      Karena  saya  menyadari  dan  memahami, seperti  yang  telah  saya  jelaskan  di  awal, bahwasanya Allah, subhanahu wa ta'ala tidak menyukai orang yang sombong dan kesombongan merupakan faktor penghambat terbesar kesuksesan, sekecil apapun bentuk kesombongannya. Untuk itu, jika kita ingin meraih kesuksesan, maka kuncinya adalah tetap tawadhu', rendah hati dan tidak sombong serta selalu melibatkan Allah, subhanahu wa ta'ala dalam setiap tahapan/proses kehidupan kita.

     Alhamdulillah, penyusunan tesis saya dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Dan tanpa diduga tesis saya terpilih sebagai salah satu dari 6 (enam) Tesis terbaik hasil seleksi konsultan dari Bappenas. Saya kemudian   diundang  untuk  menerima penghargaan sekaligus mempresentasikan Tesis di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dalam kegiatan Sharing Session Workshop 2 Program Pendidikan Gelar Professional Human Resource Development (PHRD) Tahun 2018, pada tanggal 18 Oktober 2018 di Jakarta.

 


     Adapun ketiga tujuan yang ada dalam tesis saya, alhamdulillah 2 diantaranya, yaitu tujuan 1 telah terbit dalam Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota (JPWK) ITB dan tujuan 2 telah terbit dalam Jurnal Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (JP2WD) IPB.  Adapun tujuan ke-3, telah dipresentasikan bersama penelitian lainnya dalam acara “Konferensi Nasional, Temu Alumni Beasiswa Pusbindiklatren & Workshop Pengembangan Jejaring Kerjasama Indonesia-Jepang” di Jakarta, tanggal 7-8 November 2018.

 

Wallahu a’lam

 

(Sukses Selalu - ZRL)